Selasa, 11 Mei 2010

Good Governance

A. Konsepsi Good Governance
1. Makna Governance
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular di Negara Indonesia ini. Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.
Ukuran huruf

Kendati kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan Good Governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

Memang, masih banyak penafsiran Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Namun yang jelas bahwa kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang paling populer atau mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik belakangan ini. Tuntutan gencar yang dilakukan masyarakat kepada pemerintah untuk menjalankan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping yang tidak bisa dielakkan adalah pengaruh globalisasi. Model-model lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Karenanya, tuntutan good governance merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah agar terrealisirnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Seiring dengan beragamnya makna good governance, terlebih dahulu di sini akan akan melihat makna kata antara government dan governance. Government identik dengan ”pengelola” atau ”pengurus” dengan makna spesifik ”pengelola” atau ”pengurus” negara. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, government mempunyai terjemahan baku sebagai ”pemerintah” yang berasal dari kata ”perintah” (commond) yang secara etimologis bermakna ”pemberi perintah”. Kendati dalam kamus tersebut diterjemahkan pula ”pemerintah” sebagai ”pengurus” atau ”pengelola”, namun pemahaman dasar simantik mengajarkan bahwa pemerintah adalah tukang memerintah. Dengan demikian, konsep ”government” menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Sedangkan konsep ”governance” menurut Gannie–Rochman dalam Joko (2001: 18) melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara, tapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif.

Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo (2001: 18) mengartikan governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Lanjutnya, menegaskan bahwa dari segi functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.

Dengan demikian, governance berlaku bagi semua organisasi. Bank Dunia (World Bank) memberi definisi ”the way state power is used in managing economic and social resources for development of society”. Sementara, UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all lavels”. (kepemerintahan diartikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengelola/memanej urusan-urusan bangsa pada semua level).

Itu sebabnya, pengertian governance yang dijelaskan oleh UNDP mengandung aspek politik, ekonomi dan administratif. Dalam bahasa UNDP disebut dengan three legs (tiga kaki), yaitu economic, political, dan administrative. Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan (decision making process) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Karena itulah, economic governance mempunyai pengaruh atau implikasi terhadap equity, poverty, dan quality of life. Political governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Dengan kata lain, political governance menunjuk pada proses pembuatan keputusan dan implementasi kebijakan suatu Negara yang legitimate dan authoritatif. Itu sebabnya, di sini Negara terdiri dari tiga lembaga Negara yang terpisah yaitu legislatif, eksekutif dan yidikatif. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan yang melaksanakan sektor publik secara efisien, tidak memihak, akuntabel dan terbuka.

Sedangkan Loina Lalola dalam Depdagri Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum (2006: 1-2) menterjemahkan Governance menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka.

2. Makna Good Governance
Seiring dengan makna governance tersebut di atas, maka kata good dalam good governance mengandung arti sebagaimana dijelaskan LAN, yaitu: Pertama, nilai-nilai yang menjunjng tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Dari konsep tersebut, pertanyaan yang kemudian muncul, apakah good governance? Good governance berorientasi sebagaimana dikemukakan LAN, yaitu: pertama, orientasi ideal Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional; kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Pada orientasi yang pertama mengandung arti atau mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimacy (apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya, accountability (akuntabilitas), securing of human rights, autonomy and devolution power, dan assurance of civilian control. Orientasi kedua, tergantung pada sejauhmana pemerintahan mempunyai kompetensi, dan sejauhmana struktur serta mekanisme politik serta administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.

Dengan demikian, good governane berarti penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga ”kesinergisan” interaksi yang kontruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Sementara World Bank mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.

Bila kita menyimak good governance sesungguhnya meliputi sistem administrasi negara, oleh karena upaya merealisasikannya adalah merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Dengan demikian, good governance adalah pengendalian yang baik agar cara dan penggunaan cara sungguh-sungguh mencapai hasil yang dikehendaki oleh share-holdersnya.

Namun, untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata baik di sini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance.

B. Prinsip-Prinsip Good Governance
Memang, untuk memahami good governance kunci utamanya adalah pemahaman terhadap kaidah-kaidah yang ada di dalamnya. Pengertian kaidah sendiri menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang sudah pasti, patokan. Dengan demikian, prinsip berarti asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya).

Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini yang dikemukakan UNDP.

1. Participation
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Rule of law
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparency
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.

4. Responsiveness
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

5. Consensus orientation
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Equity
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.

7. Effectiveness and efficiency
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Accountability
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.

9. Strategic vision
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasiona) dalam Depdagri Dirjen Pemerintahan Umum (2006: 2-7) mengemukakan bahwa tata pemerintahan yang baik memiliki 14 (empat belas) karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1. Tata Pemerintahan yang berwawasan ke depan; wawasan ke depan mengandung pengertian adanya pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit pemerintahan, dan mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program-program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya.

2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka; bersifat terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan dapat ditengarai dengan derajat aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik. Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan alokasi anggaran, pelaksanaannya maupun hasil-hasilnya mutlak harus diinformasikan kepada publik atau dapat diakses oleh publik selengkap-lengkapnya melalui berbagai media dan forum untuk mendapat respon.

3. Tata pemerintahan yang cepat tanggap; Kebutuhan akan karakteristik ini karena selalu adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan.
Karakteristik ini dibutuhkan karena tidak ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam rangka pelayanan publik perlu segera disempurnakan atau diambil langkah-langkah penanganan segera. Bentuk konkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.

4. Tata pemerintahan yang akuntabel; akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya. Akuntabilitas juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat di atas.
Secara substansial, penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan pada sistem dan prosedur tertentu, memenuhi ketentuan perundangan, dapat diterima secara politis, berdasarkan pada metode dan teknik tertentu maupun nilai-nilai etika tertentu, serta dapat menerima konsekuensi bila keputusan yang diambil tidak tepat.

5. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi; Tata pemerintahan dengan karakteristik seperti ini akan tampak dari upaya-upaya mengorganisasikan kegiatan dengan cara mengisi posisi-posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya. Di samping itu, terdapat upaya-upaya sistematik untuk mengembangkan profesionalitas sumber daya manusia yang dimiliki unit yang bersangkutan melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.

6. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif; Upaya untuk menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif merupakan salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas. Kinerja penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumber daya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan organisasi lain.

7. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi; Tata pemerintahan yang memiliki karakteristik seperti ini tampak dari adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat di bawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat di bawah sesuai lingkup tugasnya. Pendelegasian wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat.

8. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus; Prinsip ini menjunjung tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati.

9. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat; partisipasi masyarakat pada hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

10. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat; Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan ”public goods” dan pemberian pelayanan terhadap publik.

11. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum; Tata pemerintahan dengan karakter seperti ini tampak dengan praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan, bersih dari unsur ”KKN” dan pelanggaran HAM, serta ditegakkannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.

12. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan; Prinsip ini berpihak pada kepentingan masyarakat yang tidak mampu, tertinggal atau termarjinalkan.

13. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar; Prinsip ini menyatakan dibutuhkannya keterlibatan pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar.

14. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup; Prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk melakukan analisis secara konsisten dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan.

Sementara dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, pada Konferensi Nasional Kepemerintahan Daerah Yang Baik, pada bulan Oktober 2001 telah disepakati Sepuluh Prinsip Kepemerintahan Daerah Yang Baik oleh seluruh anggota Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) yang mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Partisipasi
Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung;

2. Penegakan Hukum
Mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3. Transparansi
Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Kesetaraan
Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya

5. Daya Tanggap
Meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

6. Wawasan Kedepan
Membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.

7. Akuntabilitas
Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.

8. Pengawasan
Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

9. Efisiensi dan Efektivitas
Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab.

10. Profesionalisme
Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat, dengan biaya yang terjangkau.
Kesepakatan mengenai prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik tersebut akan dilaksanakan melalui beberapa kebijakan dan tindakan dari masing-masing penyelenggara pemerintahan daerah, yang meliputi:
1. Penyusunan kebijakan, perangkat perundang-undangan dan mekanisme untuk melaksanakan tata kepemerintahan yang baik;
2. Kegiatan sosialisasi dan mendorong penerapan tata kepemerintahan yang baik oleh seluruh anggota di masing-masing asosiasi;
3. Pemantauan praktek penyelenggaraan tata-pemerintahan secara terus menerus dan pelaporannya secara terbuka, cepat, dan transparan;
4. Penyelenggaraan konsultasi dengan para pelaku (stakeholders) untuk merumuskan prioritas lokal dan kegiatan spesifik yang diperlukan;
5. Pelaksanaan advokasi agar prinsip-prinsip tata-pemerintahan yang baik diangkat dalam legislasi nasional dan daerah;
6. Peningkatan kesadaran melalui pertemuan-pertemuan lokal agar kesepakatan ini juga diangkat dan disetujui oleh berbagai lembaga lain di daerah.

Jauh sebelum adanya kesepakatan mengenai tata-pemerintahan daerah yang baik tersebut di antara para penyelenggara pemerintahan daerah, sebenarnya pada tingkat nasional telah dirumuskan prinsip-prinsip atau asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang mencakup asas-asas sebagai berikut:
1. Asas Kepastian Hukum
Yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan Umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas
Yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
6. Asas Profesionalitas
Yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut di atas, dapat dikatakan merupakan implementasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang secara resmi diakomodasi dalam sistem pemerintahan negara di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Sementara itu, untuk menjamin pola perilaku dan tindakan seluruh unsur warga negara Indonesia dan pemerintahan NKRI, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Ketetapan Nomor VI/MPR/2001 telah menetapkan pokok-pokok Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi: Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, dan Etika Lingkungan.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa berdasarkan Ketetapan MPR tersebut, mengedepankan aspek-aspek sikap dan perilaku yang mencakup: kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.
Sedangkan bagi para pejabat politik dan pemerintahan negara berdasarkan Tap MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa tersebut telah pula ditetapkan nilai-nilai etika politik dan pemerintahan, yang bertujuan untuk mewujudkan “pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.”

Untuk itu, setiap pejabat politik dan pemerintahan baik di Pusat maupun di Daerah wajib memiliki sikap dan perilaku yang :
1. Jujur,
2. Amanah,
3. Sportif,
4. Siap melayani,
5. Berjiwa besar,
6. Memiliki keteladanan,
7. Rendah hati, dan
8. Siap mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijaksanaannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Bagaimanapun nilai-nilai normatif tersebut tidak mungkin akan terlaksana dengan baik dan tidak mungkin dapat mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik, di lingkungan pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah jika tidak terdapat komitmen yang kuat dan motivasi yang tinggi di kalangan aparatur penyelenggara pemerintahan. Untuk itu maka keberadaan masyarakat dan dunia usaha menjadi faktor yang sangat menentukan dalam mendorong dan mempengaruhi perwujudannya, melalui fungsi kontrol masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan negara maupun daerah.

C. Pilar-Pilar Good Governance
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa domains utama governance yaitu, state (negara atau pemerintahan); private sector (sektor swasta, dunia usaha); dan society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:
1. Negara
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
2. Sektor Swasta
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja
c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.
Dalam pengertian lain, bahwa Negara sebagai unsur governance di dalamnya termasuk lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di berbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Sedangkan sektor masyarakat terdiri dari individu maupun kelompok (baik yang terorganisir maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar